Selasa, 14 Agustus 2007

Siapa Aku?

Banyak orang yang tidak mengetahui secara benar tentang dirinya. Mereka sekedar mengetahui sebagai manusia yang terdiri dari sesosok tubuh dengan daging dan darah, yang tumbuh oleh nutrisi yang masuk ke dalam tubuhnya. Mereka tidak mengetahui hakekat dirinya.
Jika kita salah memaknai kehadiran kita di dunia ini, maka kita akan salah mengisi kehidupan kita. Memanfaatkan waktu secara sia-sia yang pada akhirnya membuat kehidupan kita juga sia-sia, tak bermakna. Sering kita mendengar kisah hidup seorang anak manusia, yang dalam perjalanan hidupnya merasa tak melakukan sesuatu yang bermanfaat dan pada masa tuanya merasa menyesal karena tidak berbuat yang terbaik bagi kesuksesan dan kebahagiaan pada masa tuanya.

Saya punya teman berbincang sewaktu tinggal di Jakarta. Setiap ketemu kami sering bicara tentang aktivitas masing-masing. Sebut saja namanya Ario, usianya diatasku sekitar 6-7 tahunan. Ario seorang yang supel, mudah berkomunikasi dengan banyak orang. Dia tidak punya kerjaan tetap. Istrinya bekerja sebagai pegawai sebuah perusahaan asuransi dan dengan penghasilan sang istri ini, untuk hidup secara sederhana dengan tiga orang anak dalam keluarganya, cukuplah. Namun sebagai seorang kepala rumah tangga, Ario tak ingin hanya menggantungkan hidup pada sang istri. Dia berupaya untuk melakukan aktivitas yang bisa menghasilkan uang.

Karena mudah bergaul dan akrab dengan siapa aja, maka pada saat di Jakarta diberlakukan adanya Dewan Kelurahan (Dekel) di tiap kelurahan, melalui RT/RW dia mencalonkan dan akhirnya jadi. Kemudian dia jadi koordinator tingkat kelurahan dan bahkan tingkat kecamatan. Diminta tampil dalam talk show di TVRI dalam acara RT/RW. Kawan-kawannya bertambah banyak. Dia kemudian juga jadi pengurus sebuah partai pemenang Pemilu 2004 dan aktif dalam komunitasnya.

Setelah pindah ke Semarang, saya masih berusaha untuk bisa silaturrahmi padanya minimal setengah tahun sekali kalau pas ada acara di Jakarta. Saya tetap berbincang hangat dengan Ario. Namun tiga bulan yang lalu, saya mendengar Ario terkena stroke dan tidak bisa lakukan apa-apa. Awal juli lalu saya main ke Jakarta, mampir ke rumahnya. Alhamdulillah cukup banyak kemajuan, Ario sudah bisa bangun, duduk dan berjalan dengan penopang segitiga untuk ke ruang tamu atau teras samping.

Ada pernyataannya yang bagi saya cukup mengagetkan, Ario merasa bahwa dirinya selama ini tidak berbuat banyak dan kurang bersyukur pada Allah. "Sekarang baru saya sadari, betapa sesungguhnya saya butuh untuk bisa dekat dengan Allah, bisa sholat di masjid dan bisa banyak bersyukur atas kenikmatan yang Allah karuniakan pada kami." katanya menyesal. "Sekarang saya merasa tak punya apa-apa, kekayaan, kewibawaan bahkan harga diri sebagai seorang manusia pun saya tak punya." tambahnya.

Saya menilai, kenapa Ario bisa mengatakan ketidakberdayaannya itu? Padahal sebelum kena stroke, saya pikir dia orang yang tegar, orang yang bekerja keras, orang yang pandai bergaul dan terlihat bahagia. Saya rasa, karena dia jarang melakukan relaksasi dan melakukan perenungan dengan hati nuraninya. Dia pintar namun sebatas tingkat cognitive saja, tidak berusaha sampai ke tingkat affektive. Kurang penghayatan. Kurang perenungan. Termasuk merenungi diri sebagai manusia. Bagaimana hakekat manusia di muka bumi ini.

Agar kita bisa memanfaatkan diri dan waktu kita, maka kita harus tahu siapakah aku? Darimana aku? Dan kemana aku nanti? Pertanyaan filosofis yang akan muncul dalam benak kita jika melakukan suatu perenungan secara mendalam tentang diri kita. Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut kita tak bisa hanya dengan melakukan perenungan. Kita membutuhkan petunjuk dan petunjuk tersebut bagi orang beragama adalah kitab suci. Bagi kita yang beragama Islam, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas perlu menengok pada kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits.

Tidak ada komentar: